Operasi Katup Jantung di Rumah Sakit Hasan Sadikin
(RSHS) Bandung


18 Sep 2020, 20:46 Yogi Ramdani Dibaca : 3,558


(dr. Giky Karwiky)

 

 

Penyakit katup jantung  dapat disebabkan karena  kelainan bawaan, ataupun didapat. Penyakit katup jantung didapat disebabkan oleh penyakit jantung rematik atau etiologi non rematik misalnya penyakit katup degeneratif. Di negara maju prevalensi penyakit jantung rematik sudah menurun drastis sedangkan di negara berkembang seperti  Indonesia  kasusnya masih banyak ditemui.  Kelainan katup akibat penyakit jantung rematik ini sebagian besar diderita oleh pasien usia produktif sehingga akan menyebabkan berkurangnya produktivitas masyarakat secara umum. Belum lagi tatalaksana bagi penyakit katup jantung yang memerlukan biaya yang sangat besar. Meski demikian angka prevalensi penyakit jantung rematik ini di Indonesia tidak diketahui.  Kemampuan mengidentifikasi murmur jantung oleh dokter yang bekerja di layanan kesehatan primer menjadi faktor kunci mengidentifikasi penyakit katup ini agar pasien dapat dirujuk ke penyedia kesehatan spesialistik untuk  dilakukan tindakan intervensi sebelum terlambat.

     Penyakit jantung rematik sebagai penyebab penyakit jantung katup tersering di negeri ini bermula dari infeksi tenggorokan yang disebabkan kuman grup A streptococcus beta hemolyticus. Infeksi seperti ini paling mudah menyebar di masyarakat kalangan bawah yang bermukim di lingkungan kumuh dan padat. Jika kuman tersebut tidak dibasmi dengan antibiotik yang tepat, tubuh akan berusaha mengatasi sendiri melalui respons kekebalan tubuh dengan mengeluarkan antibodi. Namun upaya perlindungan itu bisa jadi bagai pagar makan tanaman. Bukan hanya kuman yang dihantam antibodi, tetapi juga jaringan tubuh yang memiliki struktur molekul serupa dengan protein kuman. Awalnya terjadi infeksi tenggorokan--karena di tempat itu dibentuk antibodi. Serangan pada jaringan tubuh, seperti persendian, sistem saraf pusat, dan jantung ini menimbulkan peradangan sistemik yang disebut demam rematik. Demam rematik ini terjadi setelah dua sampai enam minggu infeksi tenggorokon itu. Perkembangan dari infeksi tenggorokan hingga menjadi demam rematik bergantung pada keganasan kuman, kerentanan genetik, dan kondisi lingkungan. Demam rematik yang terjadi berulang, akan mengakibatkan peradangan di katup jantung. Peradangan katup jantung lama-kelamaan dapat menyebabkan daun katup yang tipis dan lentur itu menjadi jaringan parut yang tebal, kaku, dan lengket.

     Kerusakan tidak hanya pada daun katup, namun juga mengenai seluruh struktur katup jantung, termasuk jaringan penyanggah daun katup. Akibatnya, kemampuan pembukaan katup yang normalnya empat sampai enam sentimeter persegi dapat menurun sedemikian sempitnya hingga dapat kurang dari satu sentimeter persegi sehingga mengganggu hemodinamik .

      Daun katup yang paling sering terkena dampak jantung rematik adalah katup mitral yang memisahkan atrium dengan ventrikel kiri, yaitu antara lain berupa stenosis katup mitral. Selain itu katup aorta juga tidak jarang terkena, namun umumnya berupa kombinasi dengan lesi katup mitral. Sebagian besar pasien di Indonesia memiliki kerusakan pada kedua katup ini dengan berbagai kombinasinya.  Durasi gangguan katup jantung hingga menimbulkan keluhan biasanya memakan waktu 20 hingga 40 tahun. Jika penderita sering mengalami infeksi kuman berulang maka proses kerusakan tersebut bisa semakin cepat. Data pasien di  Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) menunjukkan bahwa penyakit jantung rematik merupakan penyebab tersering dari kelainan katup jantung, disusul dengan prolapsus katup mitral. Penderita penyakit jantung rematik berat biasanya akan mengeluh sesak napas, cepat lelah, dan bahkan batuk kronis hingga mengeluarkan dahak berdarah sehingga sering disangka awalnya suatu tuberkulosis paru. Pada kelainan lanjut, gangguan irama jantung berupa fibrilasi atrial sering dijumpai pada pasien-pasien ini sehingga semakin menambah kompleksitas masalah. Seperti diketahui, penderita fibrilasi atrial rentan akan risiko pembentukan bekuan darah di dalam jantung yang sewaktu-waktu bisa lepas sebagai emboli dan menyebabkan stroke.

      Tatalaksana definitif bagi penyakit katup jantung adalah tindakan intervensi. Pada penderita stenosis katup mitral, maka tatalaksana intervensi dapat berupa tindakan balonisasi untuk katup mitral jantung. Tindakan ini tidak dapat dilakukan pada semua penderita stenosis katup mitral. Pada katup mitral yang sudah mengeras dan banyak kalsifikasi, sudah terbentuknya bekuan darah di  atrium, serta yang disertai regurgitasi katup mitral yang bermakna, operasi katup jantung lebih direkomendasikan. Operasi katup jantung dapat berupa  perbaikan atau penggantian katup jantung. Tindakan operasi ini tidak hanya dilakukan pada penyakit katup jantung rematik tetapi juga pada penyakit jantung karena penyebab lain misalnya proses degeneratif.

      Kini Propinsi Jawa Barat sudah memiliki fasilitas yang mumpuni untuk melaksanakan operasi jantung. RSHS sebagai rumah sakit rujukan utama di Jawa Barat sudah rutin melakukan operasi katup jantung, rata-rata 2 pasien per minggunya. Operasi tersebut termasuk operasi besar dengan proses yang sangat rumit sehingga melibatkan banyak dokter spesialis dari berbagai bidang. Persiapan  dan perawatan pasca operasi umumnya melibatkan tim bedah jantung di RSHS yang terdiri atas dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, spesialis bedah jantung, spesialis anestesi khusus bedah jantung dan perawatan intensif pasca bedah jantung, serta spesialis rehabilitasi medis. Setiap minggunya tim bedah jantung tersebut menggelar rapat untuk membahas setiap pasien yang akan dilakukan tindakan operasi, mendiskusikan tindakan yang akan dilakukan dan rencana perawatan pasca bedah pasien.

      Tim bedah jantung juga secara aktif mengumpulkan dan menyeleksi penderita penyakit jantung katup yang dirasakan bermanfaat dan indikasi untuk menjalani operasi jantung. Penilaian dan persiapan setiap pasien sangat penting untuk mendukung keberhasilan operasi. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan untuk dilakukan intervensi adalah penyakit katup jantung derajat berat, terdapat keluhan klinis yang bermakna atau yang progresif, serta komorbid atau penyakit penyerta pasien yang relatif tidak banyak.

     Pemeriksaan awal yang dilakukan diantaranya ekokardiografi. Ekokardiografi  merupakan pemeriksaan utama untuk mengkonfirmasi diagnosis penyakit katup jantung, juga menilai tingkat keparahan dan prognosis. Keputusan untuk melakukan tindakan penggantian katup apakah akan dilakukan penggantian katup tunggal atau sekaligus 2 katup tergantung pada temuan hasil ekokardiografi ini. Misalnya jika dari temuan ekokardiografi terdapat stenosis katup mitral sedang disertai dengan regurgitasi katup aorta yang berat maka dipilih tindakan penggantian kedua katup sekaligus (mitral dan aorta).  Tindakan pemeriksaan selanjutnya adalah kateterisasi jantung atau angiografi koroner. Hanya pada pasien tertentu saja dilakukan tindakan angiografi koroner yaitu diantaranya bila terdapat riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya, pada laki laki berusia lebih dari 40 tahun atau wanita post-menopause, penurunan ejeksi fraksi ventrikel kiri dan terdapat lebih dari satu faktor resiko kardiovaskular. Bila pada temuan angiografi koroner didapatkan penyempitan pembuluh darah koroner yang berat atau kompleks, maka tindakan operasi katup akan dilakukan bersamaan dengan operasi bypass jantung .

     Setelah diputuskan akan dilakukannya operasi, maka selanjutnya pasien perlu dilakukan stratifikasi risiko dan perkiraan mortalitas operasi, antara lain dengan menggunakan STS dan EURO Score tergantung pada komorbiditas pasien. Persetujuan tindakan operasi didapat melalui keputusan bersama, diawali dari diskusi tim ahli bedah jantung, kemudian diiinformasikan kepada pasien beserta keluarnya secara  detail tentang manfaat dan risiko operasi. Komunikasi antara berbagai pihak ini sangat penting dalam menunjang kerjasama yang optimal untuk keberhasilan operasi.

       Ketika pasien sudah setuju untuk dilakukan tindakan operasi maka dilakukan penjadwalan operasi dan pasien dikonsulkan ke bagian telinga-hidung-tenggorok (THT), gigi dan mulut untuk penilaian kesehatan gigi-mulut dan THT serta penatalaksanaan sumber infeksi yang ada. Selain itu perlu disampaikan pula kepada pasien dan keluarganya, apabila operasi katup berupa penggantian katup dengan katup buatan/ prostetik maka pasien direkomendasikan untuk meminum obat pengencer darah (warfarin) seumur hidup, dengan tujuan pencegahan terbentuknya bekuan darah pada katup buatan tersebut.]

     Salah satu penderita katup jantung yang merasakan manfaat pasca operasi di RSHS adalah Pak Damin. Ia adalah warga Karawang berusia 45 tahun, telah menjalani operasi penggantian katup aorta pada 1.5 tahun yang lalu. Operasi yang berlangsung sekitar empat jam telah berhasil mengganti katup aorta di jantungnya dengan katup buatan agar pasokan darah di jantungnya kembali lancar. Katup aorta adalah bagian dari jantung yang bertugas untuk mengatur darah mengalir dari ventrikel kiri ke seluruh tubuh. Penyakit jantung rematik yang diderita Pak Damin membuat katup itu mengalami penyempitan (aorta stenosis) sehingga  tidak membuka semestinya dan darah tidak teralirkan dengan sempurna. Keadaan tersebut membuat Pak Damin kerap mengeluhkan nyeri dada saat beraktivitas, mudah lelah dan setiap malam hanya bisa tidur dengan posisi duduk. Karena keluhannya tersebut, Pak Damin yang seiring waktu tidak dapat beraktivitas mencari nafkah seperti biasanya, yaitu sebagai petani udang.

     Untungnya keadaan tersebut berubah setelah menjalani operasi jantung di RSHS. “ Saya jadi bisa bertani lagi dok! Padahal sebelumnya untuk berjalan 10 meter saja saya sudah tidak kuat”, ujarnya. Saat ini Pak Damin dengan tekun mengonsumsi obat warfarin satu kali sehari untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah di sekitar katup buatan yang dapat berakibat sebagai stroke. Katup buatan yang berbahan baku logam tersebut rentan terhadap terjadinya pengendapan dan penggumpalan darah. Kini ia rajin berkunjung ke poli klinik jantung setiap bulannya untuk menjalani pemeriksaan laboratorium INR (international normalized ratio) yaitu parameter yang dipakai di laboratorium untuk mengetahui efek kerja dan target dari pengenceran darah yang disebabkan oleh warfarin. Target INR yang dianjurkan untuk mendapatkan efek protektif yang optimal serta efek samping yang yang minimal adalah antara 2.0-3.0. Kini Pak Damin tidak ragu untuk memotivasi pasien lain yang menderita penyakit serupa dengannya dahulu untuk berani dilakukan operasi di RSHS agar mendapatkan perbaikan kualitas hidup ke depannya.

 
 

ARTICLE