Residents Life


17 Sep 2020, 09:36 Yogi Ramdani Dibaca : 2,916


 

ugie

Yang saya tulis disini hanya berupa pengalaman atau perjalanan ketika menjalani pendidikan PPDS Kardiologi UNPAD….

           Saya mendaftar PPDS kardio awal tahun 2006 ke UI karena saat itu baru UI dan UNAIR yang membuka PPDS kardio. Karena peminatnya banyak, saya harus mengantri untuk dipanggil ujian masuk. Bulan Oktober 2006 saya baru mendapat surat panggilan untuk ujian masuk. Saat ujian ternyata ada juga peserta ujian PPDS kardio dari UNPAD. Ternyata UNPAD akan membuka PPDS kardio mulai tahun itu akan tetapi karena masih awal belum bisa langsung mandiri, harus menginduk ke UI sehingga  penerimaan masih harus lewat UI. Selang beberapa hari setelah ujian masuk, saya mendapat telepon dari KPS kardio UI, saat itu saya ditawari untuk pindah ke UNPAD karena UNPAD akan menerima 2 PPDS dan yang diterima baru 1. Karena saya lulusan FK UNPAD saya bersedia dan 2 hari kemudian saya datang ke Bagian Kardio UNPAD untuk wawancara, dan saya di terima. Karena masih menginduk ke UI, kami mengikuti kurikulum di UI dan harus menjalani program magister di semester awal di UI, kami menyebutnya dengan semester nol.  Bulan Januari 2007, saat masuk hari pertama di FK UI jl. Salemba, saya baru mengetahui bahwa tidak hanya UNPAD yang baru membuka PPDS kardio, tapi ada juga USU, UGM dan UNDIP yang baru buka dan menginduk ke UI. Jadilah kami bersama  2 PPDS UGM, 1 UNDIP, 1 USU dan 5 UI (total 11 orang) menjalani program magister bersama di UI. Selama 1 semester kami kuliah di FKUI jl salemba, namun malam hari sesuai jadwal kami menjalani ‘jaga ikutan’ kemudian jaga junior di UGD Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK). Begitu selesai magister 1 semester, yaitu bulan Juni 2007, kami langsung dipanggil kembali ke UNPAD, untuk mulai menjalani kegiatan di Bagian Kardio, bersama beberapa PPDS IPD yang stase di kardio.

Stase pertama kami adalah IPD. Cukup sering kepala Bagian Kardio mewanti-wanti agar kami menunjukkan performa yang baik selama menjalani PPDS, karena kami adalah etalase Bagian Kardio katanya. Kepala Bagian saat itu adalah dr. Eko Antono dengan KPS dr. Erwan M. Konsulen lain yang ada saat itu adalah dr. Augustine, dr. Pintoko, dr. Fauzi, dr. Erwin, dr. Toni, dr. Rizki dan dr. Januar. Sedangkan dr. Chaerul sedang pendidikan elektrofisiologi di Harkit dan dr. Syarief baru memulai PPDS Kardio di Harkit.

Cukup berat menjalani awal-awal PPDS kardio karena jumlah kami masih sedikit, sehingga sering kami baru pulang setelah lewat jam tujuh malam karena baru selesai follow up dan menjawab konsul hari itu, padahal jam kerja hanya sampai pkl. 14 siang krn masih enam hari kerja. Hari-hari yang melelahkan, tapi kami terus diberi semangat dan diingatkan bahwa kami adalah etalase Bagian Kardio, fiuuhhhh.... O ya, satu lagi wejangan yang harus selalu diingat, yaitu jaga kerukunan dengan IPD. Kamar jaga kami pun bersama PPDS IPD yang dibangun atas biaya patungan Bagian Kardio dan IPD. Penerimaan PPDS berikutnya baru setelah kami memasuki semester ke-3, yaitu Januari 2008, karena UNPAD belum mandiri sehingga hanya boleh menerima 2 PPDS pada tahun pertama.  Dr. Ade pun masuk, akan tetapi seperti halnya kami, enam bulan pertama dr. Ade menjalani magister di UI. Pertengahan 2008 kami baru berkumpul bertiga di UNPAD.

Beberapa bulan kemudian datang perwakilan dari kolegium kardio yaitu PERKI untuk melakukan visitasi, menilai apakah UNPAD sudah layak untuk menjalankan pendidikan secara mandiri, dan alhamdulillah UNPAD telah dapat melaksanakan pendidikan PPDS kardio secara mandiri dan mulai Juni 2009. UNPAD telah dapat melakukan ujian masuk dan penerimaan PPDS kardio sendiri yaitu mulai angkatan dr. Iqbal dkk. Pada tahun itu juga kami, tujuh PPDS kardio UNPAD pertama,  yang msh berstatus PPDS kardio UI karena masuk melalui UI dan bayar SPP ke UI, secara resmi dengan SK Rektor UI dipindahkan statusnya menjadi UNPAD.

Setelah menjalani PPDS di UNPAD, saya merasakan banyak hal penting yang saya dapat di UNPAD karena berada dalam satu komunitas besar yang mungkin tidak dapat saya peroleh di pusat pendidikan lainnya. Konsulen2 yang berdedikasi dan berusaha memberikan waktu untuk berdiskusi membagi ilmu kepada kami, membuat kami merasa nyaman menjalani PPDS di Kardio UNPAD. Kami tidak merasa minder atau merasa tertinggal dibanding pusat pendidikan lainnya yang sudah jauh berjalan di depan dalam arti lebih dahulu memulai pendidikan kardio. Bahkan kami merasa bangga dan mendapat keuntungan yang besar dengan keberadaan kami di RSHS-UNPAD hingga dapat berinteraksi, saling membantu dan berbagi ilmu dengan bagian2 lain.    

Tiap semester PPDS kardio UNPD terus bertambah dan saat ini telah mencapai 36 orang. Ruang rapat IPJ (Instalasi Pelayanan Jantung) pun sudah terasa sempit, sehingga konklin dan kegiatan2 ilmiah harus dilakukan di ruang lantai 5 IPD. Jumlah locker harus ditambah walau bingung mencari tempat meletakkannya. Terakhir, para perawat CICU protes karena ruang istirahat mereka “diinvasi” oleh para PPDS kardio yang jumlahnya semakin banyak dengan ukuran badan yang jumbo alias di atas rata-rata. Akhirnya PPDS kardio diberi tempat tersendiri di CICU untuk tempat kerja PPDS yang sedang stase di CICU.

Instalasi jantung yang baru saat ini sudah mulai dibangun di atas lahan yang dahulu merupakan ruang cempaka, menyusul dioperasikannya cathlab di RIK karena cathlab yang lama di samping CICU mulai sering out of order sedangkan layanan semakin meningkat. Bagian kardiologi yang sekarang berubah namanya menjadi Departemen Kardiologi terus bertambah besar. Instalasi baru yang sedang dibangun diharapkan dapat mengangkat Departemen Kardio menjadi lebih besar, tidak hanya dalam segi kuantitas tetapi terutama segi kualitas. Memberikan pelayanan terbaik dan menjadi tempat pendidikan kardiologi terbaik. Para konsulen, seperti dr. Fauzi, sering memberi pesan moral dalam tiap pertemuan diskusi kami, terus mengingatkan agar makin tumbuh dan berkembangnya departemen kardio menjadi besar, tidak boleh membuat kami menjadi sombong tapi seharusnya menjadi pemicu agar mampu memberi kontribusi terbaik dalam layanan di bidang kardio. Dan satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah menjaga hubungan yang baik dan erat dengan IPD, karena seperti diutarakan oleh dr.Eko Antono dan dr.Toni, keberhasilan departemen Kardio adalah hanya salah satu bagian dari keberhasilan dari departemen IPD. Hal itu pula yang membuat kami tidak berfikir untuk memisahkan kamar jaga PPDS kardio dan IPD walau masing2 telah memiliki jumlah “pasukan” yang banyak dan membutuhkan tempat yang lebih luas. Kamar jaga bersama, selain menjadi tempat diskusi saat jaga malam terutama saat menghadapi kasus-kasus sulit juga menjadi tempat interaksi para residen yang diharapkan akan terus berlanjut dalam hubungan yang baik walaupun sudah lulus dan bekerja di tempat masing-masing.

 

Akhir kata, saat ini saya dan Rien sedang menempuh saat-saat final kami sebagai PPDS Kardio UNPAD yaitu penelitian dan bersiap menghadapi ujian Board nasional. Mohon doanya dari semua….

 

September 2011

Sugiantoro






Pengalaman Jaga RI-I atau RI-II

 

 Pengalaman pertama waktu jaga RI-II (kongres Partai Demokrat di Kota Baru Parahyangan), post jaga malam sebelumnya. Saya kebagian di ring luar, kami tidak dapat masuk, terjebak di ambulans yang parkir di luar hotel, suplai makanan berupa nasi dus, saking capeknya,  tertidur di ambulans, sampai-sampai nggak inget, tahu-tahu udah nyampe RSHS lagi, yang saat itu menunjukan jam 12 malam.

 Pengalaman yang kedua saat ada acara UMKM tingkat nasional, tempatnya juga di Kota Baru Parahyangan, tapi kali ini dilapangannya. Kegiatannya siang hari, dan tidak berlangsung lama, hanya pembukaan saja, setelah itu rombongan pulang dengan aman.

  

 

Asep Sopandiana Angga Saputra